Kenaikan harga belum cukup hilangkan bau rokok di baju bangsa Indonesia

Ganda bulutangkis Indonesia berhasil mengharumkan nama bangsa dengan membawa pulang medali emas dari Olimpiade Rio. Akan tetapi harum tersebut sedikit berbau rokok, karena salah satu sponsor utama adalah perusahaan tembakau. Kecanduan Indonesia terhadap rokok telah menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Di sini kita membahas solusinya.

Hasil penelitian oleh Prof Hasbullah Thabrany, dari Universitas Indonesia menyebutkan jika harga rokok naik dua kali lipat maka perilaku merokok akan berkurang. Dan pemerintah dapat menerima tambahan uang cukai sebesar Rp70 triliun – cukup untuk menutup defisit JKN. Apakah ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi konsumsi rokok di Indonesia, negara yang menduduki peringkat ketiga dunia untuk jumlah perokok pria dewasa terbanyak?

Berbagai sumber mengesankan bahwa pemerintah akan menaikkan harga rokok menjadi dua kali lipat (Liputan6, Indoberita, Tempo, dan Kompas). Harga rokok yang semula 15-25 ribu rupiah akan naik menjadi 50 ribu rupiah. Padahal rumor tersebut bukanlah wacana resmi dari pemerintah melainkan dampak dari publikasi suatu penelitian. Prof Hasbullah menarik respon positif dari masyarakat melalui penelitian yang ia lakukan – banyak yang setuju jika harga rokok naik. Penelitian lain mendukung bahwa kenaikan harga menjadi cara paling efektif dalam mencegah dan mengurangi konsumsi rokok – kenaikan sebesar 10% dapat mengurangi konsumsi rokok di kalangan anak muda sebesar 21.1%.

Sejumlah usaha telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengurangi perilaku merokok di masyarakat: membuat kebijakan cukai rokok, pembatasan promosi rokok, pemberlakuan kawasan tanpa rokok, serta pemasangan peringatan kesehatan dan informasi kesehatan di kemasan rokok berupa tulisan dan gambar. Akan tetapi, berbagai upaya tersebut masih belum membuahkan hasil karena setiap tahun jumlah perokok aktif dewasa di Indonesia terus meningkat, bahkan perokok anak kecil di Indonesia menjadi terkenal di dunia internasional (Marlboro Boys).

Lingkungan berperan penting dalam mempengaruhi perilaku merokok masyarakat. Anak-anak melihat orangtua dan teman-temannya merokok. Perusahaan tembakau dengan mudah menggunakan media untuk menjaring konsumen dengan menjadi sponsor pertunjukan musik serta membuat iklan pemasaran dengan pesan dan tema yang menarik (maskulinitas, petualangan, dan pelepas stress).

Kerugian yang dialami negara terus meningkat. Di tahun 2015, negara mengalami kerugian akibat rokok sebesar 3,7 kali lipat dibandingkan pendapatan hasil cukai. Negara harus mengeluarkan 378 trilliun rupiah akibat dari hilangnya produktivitas akibat sakit, disabilitas dan kematian prematur di usia muda, serta biaya berobat akibat penyakit yang berhubungan dengan konsumsi tembakau. Sedangkan perolehan cukai rokok hanya sebesar 113 triliun rupiah (Nafsiah Mboi, 2014).

Kesehatan dan perekonomian menjadi dua kata kunci yang erat hubungannya dengan rokok. Di satu sisi rokok merugikan karena merusak kesehatan, namun di sisi lain menjadi sumber penghasilan masyarakat. Penekanan pada salah satu sisi akan membuat sisi yang lainnya menjadi timpang. Oleh karena itu, pembahasan mengenai usaha untuk mengubah perilaku merokok sebaiknya dilihat dari sudut pandang pemberian penghargaan (insentif) dan hukuman (disinsentif).

Disinsentif yang diupayakan pemerintah seperti pemberian denda dan sanksi kurungan bagi mereka yang merokok di tempat umum atau menaikkan harga rokok bisa ditingkatkan apabila pemerintah juga memberikan penghargaan bagi mereka yang tidak merokok.  Penambahan nilai sosial dari perilaku tidak merokok bisa menjadi metode yang dapat dipertimbangkan pemerintah untuk mengurangi perilaku merokok di masyarakat.

Salah satu contoh program pengendalian tembakau yang sukses dengan menambahkan nilai sosial bagi mereka yang tidak merokok adalah The Truth Campaign di Amerika Serikat. Program the Truth Campaign berusaha melawan branding perusahaan rokok. The Truth Campaign menciptakan gambaran anak muda bukan perokok sebagai sosok yang positif, tetap keren, banyak teman, dan mendorong mereka untuk terbebas dari manipulasi perusahaan rokok.

Indonesia perlu pendekatan dan intervensi secara komprehensif. Menurut CDC kenaikan harga perlu didukung intervensi lain seperti kawasan tanpa rokok, kampanye perubahan perilaku dan layanan berhenti merokok yang mudah diakses. Ini sudah terbukti efektif mengurangi jumlah perokok pemula di kalangan anak muda, mengurangi penyakit dan kematian dan mengurangi biaya kesehatan dan hilangnya produktivitas akibat rokok. Jika masyarakat lebih sehat, mungkin pada masa depan kita bisa membayangkan berapa banyak medali untuk Indonesia yang murni mengharumkan bangsa, tanpa bau rokok.

Bagaimana menurut Anda, kenaikan harga rokok itu baik atau buruk?

Published by

Nicholas Goodwin

Behaviour change and international development guy.

One thought on “Kenaikan harga belum cukup hilangkan bau rokok di baju bangsa Indonesia

Leave a Reply