HPV: kanker tidak hanya perlu vaksinasi tetapi juga keluarga

Jika biasanya isu kesehatan diperingati dalam satuan hari, seperti Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (10 Oktober) atau Hari Kesehatan Nasional (12 November), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia akhir-akhir ini membuat sesuatu yang tidak biasa. Isu kesehatan di Indonesia kini diperingati dalam satuan bulan, seperti Bulan Anak Sehat (Agustus 2016) dan Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah – BELKAGA (Oktober 2016). Program terbaru dari Kemenkes RI adalah pelaksanaan pemberian vaksin HPV (human papilloma virus) dalam rangka Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

HPV menjadi salah satu fokus agenda pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat karena virus tersebut dapat menyebabkan kanker serviks (mulut rahim), penyebab kematian kedua tertinggi di Indonesia setelah kanker payudara (CNN, 2016). Ada lebih dari 100 jenis HPV dan hanya 13 jenis yang berisiko tinggi dalam menyebabkan kanker. Dua jenis HPV yang bertanggungjawab pada 70 persen kasus kanker serviks yaitu HPV jenis 16 dan 18.

Vaksin HPV diberikan kepada para siswa kelas 5 dan 6 SD untuk mencegah mereka terinfeksi kanker serviks. Hal ini sesuai dengan rekomendasi WHO di mana pemberian vaksin HPV dilakukan saat anak berusia 9-13 tahun karena usia tersebut merupakan usia terbaik dalam pembentukan kekebalan tubuh. Kota Jakarta menjadi kota uji coba karena dianggap paling siap dalam pengadaan vaksin. Selama dua bulan ke depan ditargetkan 75 ribu anak di Jakarta sudah mendapat vaksin gratis dari pemerintah.

Bagaimana mengkomunikasikan pentingnya pemberian vaksin kepada anak-anak tersebut? Temuan di negara lain menunjukkan bahwa beberapa orang tua tidak nyaman ketika menjelaskan kepada anak mereka tentang fungsi vaksin HPV (O’Connor, 2013). Ada juga orangtua yang ragu memberikan vaksin HPV kepada anaknya karena seakan-akan mengijinkan bagi anak melakukan hubungan seksual (Howell, 2016). Hal-hal tersebut sekiranya menjadi penyebab orangtua tidak menjadikan vaksin HPV sebagai vaksin wajib bagi anak mereka. Padahal, sebuah riset yang dilakukan terhadap hampir 1400 anak perempuan di Amerika Serikat menunjukkan kalau pemberian vaksin HPV tidak meningkatkan aktivitas seksual anak (Bednarczyk, dkk., 2012).

Dengan demikian, pemerintah selain memberikan vaksin HPV gratis kepada para siswa di berbagai sekolah  juga sebaiknya memberikan pengetahuan baik kepada anak dan orangtua tentang HPV. Sosialisasi informasi untuk mengedukasi orangtua menjadi penting agar keberhasilan program pencegahan infeksi HPV semakin maksimal.

Keberhasilan pemerintah Australia dalam menurunkan jumlah penderita kanker serviks hingga setengahnya dalam 10 tahun terakhir dapat menjadi pelajaran bagi negara lain. Pemerintah dan berbagai organisasi kesehatan Australia juga membuat situs yang berisi pengetahuan seputar HPV bagi masyarakat (Depkes Australia, HPV Vaccine, HPV, dan HPV Register). Berdasarkan informasi dari situs-situs tersebut, HPV sebenarnya merupakan virus umum yang berada di sekitar lingkungan manusia. Pemberian vaksin HPV yang telah dilakukan merupakan tindakan awal pencegahan. Australia bisa berhasil karena melibatkan orangtua, dan juga menargetkan tokoh masyarakat, khususnya tokoh perempuan*). Pendekatan melalui keluarga dapat menyukseskan program vaksinasi HPV dan mencegah kanker yang menakutkan itu.

Jadi menurut Anda, bagaimana pemerintah Indonesia bisa melibatkan orangtua dalam pencegahan HPV? Bagikan pendapat Anda di sini.
*) baca juga artikel “3 Things you might not know about working with celebrities on social issues

Published by

Nicholas Goodwin

Behaviour change and international development guy.

Leave a Reply