Tulodo

Amnesti Pajak: Kamu bangga atau takut?

 

ac9585a9dfb1448cb087e3771249d106

Gambar diambil dari sini: link

Banyak orang yang tidak tertarik membahas pajak, namun ini penting karena tanpa uang pajak, negara tidak bisa melaksanakan program pembangunan. Setiap hari kita temukan pembahasan mengenai program amnesti pajak (tax amnesty), entah itu dalam berita televisi, kolom ekonomi atau melalui status media sosial. Namun belum jelas seberapa efektif peran pemerintah untuk menyukseskan program amnesti pajak ini, khususnya jika kita lihat alasan seseorang mau mengubah perilakunya.

Program pengampunan pajak secara resmi mulai diberlakukan oleh pemerintah pada tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017. Secara sederhana, amnesti atau pengampunan pajak adalah program yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak agar kesalahannya diampuni. Kesalahan yang dimaksud adalah orang/instansi tidak membayar pajak kepada negara dalam jangka waktu tertentu. Pengampunan yang diberikan tidak sekedar penghilangan nilai hutang kepada negara tetapi juga pembebasan tuntutan pidana dan penyelidikan keuangan.

Proses untuk ikut serta dalam program amnesti pajak ini meliputi tiga tahap. Pertama-tama, wajib pajak melaporkan harta kekayaannya. Setelah melakukan deklarasi, wajib pajak membayar tarif tebusan yang digunakan sesuai ketentuan UU Amnesti Pajak. Tarif tebusan bervariasi antara 2-5 persen, tergantung waktu penyampaian surat deklarasi harta kekayaan. Setelah membayar tebusan, wajib pajak mendapatkan pengampunan (lihat prosedur selengkapnya di sini). Atau singkatnya: Ungkap. Tebus. Lega.

Banyak penilaian negatif yang bermunculan akibat diberlakukannya kebijakan presiden ini. Salah satu komentar datang dari ekonom Indonesia, Faisal Basri. Beliau mengatakan bahwa kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak seharusnya ditingkatkan terlebih dahulu sebelum pengampunan pajak diberlakukan (Basri, 2016). Ada juga anggapan yang muncul di masyarakat bahwa amnesti pajak merupakan sebuah bentuk ketidakadilan bagi mereka yang membayar pajak (BBC, 2016). Bahkan kampanye dari kebijakan amnesti pajak pemerintah Indonesia mendapat saingan dari negara lain, yaitu Singapura.

Berbagai cara yang dilakukan Singapura agar harta WNI di sana tidak berpindah tempat. Infografik dari sini.

Pemerintah memperhitungkan ada lebih dari 600 triliun rupiah yang bisa pemerintah dapatkan jika program amnesti pajak berjalan dengan baik. Akan tetapi banyak fokus pada harapan banyak uang warga Indonesia yang berada di tax haven (daerah bebas atau rendah tarif pajak) dapat kembali ke Indonesia. Saat ini, pemerintah memang masih menitikberatkan pada segmen wajib pajak tertentu. Sangat disayangkan sebenarnya mengingat pendapatan negara dari pajak merupakan hasil kontribusi seluruh warga negara Indonesia.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan yang baru, mengatakan bahwa dirinya akan mencari sumber pajak selain amnesti pajak yaitu dengan menyisir pengusaha tanpa NPWP dengan omzet di atas 5 miliar rupiah (Mulyani, 2016). Dengan demikian memang seharusnya perilaku membayar pajak merupakan gerakan bersama seluruh kelompok masyarakat, tidak hanya mereka yang ada di dalam daftar Panama Papers.

Pemerintah menghadapi bermacam-macam tantangan untuk membuat perilaku membayar pajak menjadi budaya masyarakat Indonesia. Tantangan pertama, yang paling mendasar, sebenarnya berasal dari dalam pemerintahan itu sendiri. Bagaimana pemerintah dipersepsikan masyarakat sebagai pengelola pajak yang terpercaya tentunya besar pengaruhnya dalam motivasi masyarakat untuk rela menyisihkan sedikit penghasilannya untuk membayar pajak negara.

Pertama, pemerintah tidak hanya dituntut untuk menjalankan secara nyata rencana pembangunan dengan baik dan berdaya guna bagi masyarakat, tetapi juga menunjukkan hasil pembangunan tersebut. Masyarakat perlu merasakan secara langsung manfaat dari membayar pajak sehingga perilaku membayar pajak bisa menjadi budaya yang berkelanjutan di Indonesia. Pengelolaan dana pajak yang baik membuat masyarakat dengan bangga mengatakan, “tidak sia-sia saya bayar pajak. Aspal depan rumah diperbaiki dari uang saya.”

Tantangan berikutnya adalah perilaku dari masyarakat sendiri yang belum berubah. Suatu perilaku bisa berubah, tergantung pada tiga determinan, yaitu kesempatan (opportunity), kemampuan (ability), dan motivasi (motivation).

Berdasarkan faktor kesempatan, pengawasan pajak yang lemah dapat membuat orang berkesempatan untuk tidak membayar pajak. Berdasarkan faktor kemampuan, kemudahan prosedur administrasi pembayaran pajak menjadi salah satu penentu seseorang dalam melakukan pembayaran pajak. Di daerah-daerah yang masih kesulitan dalam mengakses internet, pembayaran secara online menjadi sulit untuk dilakukan. Hal ini bisa menjadi penghambat perilaku bayar pajak. Sedangkan jika tidak dilakukan secara online, orang harus ke kantor pajak, macet di perjalanan dan sebagainya.

Faktor motivasi selain berkaitan erat dengan persepsi masyarakat terhadap kredibilitas pemerintah dalam mengelola pajak, juga berhubungan dengan tidak adanya norma atau tekanan sosial karena orang lain juga banyak yang tidak membayar.

Salah satu usaha pemerintah untuk menghimbau masyarakat memanfaatkan amnesti pajak.

Kampanye program amnesti pajak ini, seperti spanduk di atas, terdiri dari tiga pesan: Ungkap. Tebus. Lega. Intinya kalau takut ditangkap karena tidak bayar pajak, lebih baik Anda memberi tahu jumlah harta kekayaan Anda dan membayar denda supaya kemudian Anda merasa lega. Kampanye ini menyebarkan rasa takut didenda/dihukum bagi masyarakat, bukan menekankan pada manfaat bayar pajak. Efek samping dari pesan tersebut adalah membuat masyarakat menyalahkan pihak lain, bukan menimbulkan perasaan bahwa dirinya perlu turut bertanggung jawab.

“Yang mau menggunakan silakan, yang tidak hati-hati” (Jokowi, 2016)”

Dibutuhkan strategi komunikasi atau gerakan pro-pajak yang dapat meyakinkan seluruh kelompok masyarakat, selain tentunya program nyata dari pemerintah, sehingga semua orang mau membayar pajak. Gerakan ini terdiri dari beberapa unsur, yang pertama adalah komunikasi tentang apa dan bagaimana dana pajak digunakan secara nyata untuk masyarakat. Unsur kedua, adalah sistem pengelolaan pajak yang transparan dan merata, tidak seperti amnesti pajak yang tampak sebagai solusi untuk perbaikan cepat. Unsur terakhir, dilakukan program perubahan perilaku untuk membiasakan orang membayar pajak sehingga masyarakat melihat manfaat bayar pajak untuk diri mereka sendiri.

Menurut Anda, seberapa efektif strategi kampanye bayar pajak yang telah dilakukan pemerintah?

Exit mobile version