Melihat Isu Sampah dari Kacamata Budaya Sunda

sperm_whalePaus sperma mati di Italia

Kematian paus sperma karena menelan 22 kg sampah plastik di Italia pada awal bulan ini bukanlah kasus pertama yang kita dengar. Pada November 2018, seekor paus sperma ditemukan mati setelah menelan 5,9 kg sampah plastik di Wakatobi, Sulawesi Tenggara . Kasus ini menjadi pertanda bagi kita bahwa kita telah terlalu banyak mengonsumsi plastik. Untuk melawan gaya hidup ketergantungan plastik ini, muncul gaya hidup bebas sampah yang berfokus pada kesederhanaan dan penggunaan sumber daya secara bijak.

Tahukah Anda, ternyata gaya hidup tersebut sudah lama diterapkan oleh orang-orang Sunda? Suku Sunda dikenal sebagai suku yang menerapkan tri tangtu di mana terdapat tiga  aspek yang menyangga kehidupan manusia. Tiga aspek tersebut adalah tri tangtu dina raga (diri sendiri), tri tangtu di nagara (negara), dan tri tangtu di buwana (alam).

Dalam tri tangtu di buwana terdapat tiga kawasan. Pertama, Leuweung larangan adalah area konservasi yang tidak boleh diganggu, harus dibiarkan sesuai aslinya. Kedua, leuweung tutupan adalah kawasan penyangga yang boleh dibuka pada saat tertentu dan dimanfaatkan secara terbatas. Fungsi kawasan ini adalah cadangan bagi dua kawasan lainnya. Ketiga, leuweung baladahan adalah kawasan produksi. Kawasan ini boleh digunakan sebagai lahan produksi tetapi tidak boleh melebihi daya dukung lingkungan. Biasanya digunakan sebagai area pertanian, perumahan, dan lain-lain.

Selain itu, dalam manajemen ekonomi, masyarakat Sunda mengenal ungkapan yang berbunyi saeutik mahi, loba nyesa (sedikit cukup, banyak bersisa). Konsep ini bermakna banyak tidak selamanya berarti cukup dan sedikit bukan berarti kurang. Konsep tersebut mengajarkan kebiasaan membeli barang yang sesuai kebutuhan dan manfaat.

Yang terakhir, masyarakat Sunda mengenal juga konsep siger tengah. Artinya adalah hidup tidak berkekurangan,  juga tidak berlebihan, secukupnya saja.

Kasus kematian paus karena menelan sampah sangat berlawanan dengan tiga falsafah  Sunda yang dibahas di atas. Kita tidak mampu berkata cukup atas konsumsi plastik dan melanggar batasan alam. Namun bukan berarti kita sudah benar-benar gagal mengaplikasikan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari.

Contohnya, dalam usaha untuk mengurangi penggunaan plastik, muncul bulk store. Bulk store adalah toko grosir tanpa kemasan plastik. Untuk berbelanja di toko ini, kita bisa meminjam wadah dari toko atau membawa wadah sendiri.

Yang dijual di bulk store beragam; dari bumbu dapur, kacang-kacangan, sampai sabun cuci baju. Konsep bulk store ini lebih sesuai dengan kearifan Sunda. Tentunya dengan catatan kita hanya membeli sesuai kebutuhan.

BulkStoreKiri: Menimbang sabun cuci piring , Kanan: Kecap yang bisa dibeli sesuai kebutuhan

Bulk store sudah bisa ditemukan di beberapa kota di Indonesia, di antaranya ada Saruga di Jakarta, Tokopong dan Toko Organis YPBB di Bandung, Zero Waste Store di Bali, dan Alang-Alang Zero Waste Store di Surabaya.


Editor: Yani Lauwoie

Photo cover: https://hitsbanget.com/

 

Published by

Regina Dyani

Product Designer who focuses on sustainability and social design

Leave a Reply