“Darah muda darahnya para remaja, yang selalu merasa gagah, tak pernah mau mengalah… Biasanya para remaja, berpikirnya sekali saja, tanpa menghiraukan akibatnya …”
Potongan lirik lagu legendaris Darah Muda – Rhoma Irama ini rasanya pas bila disematkan untuk kaum muda dan perilaku mereka dalam keselamatan berlalu lintas. Bukan bermaksud untuk memberi cap negatif, bahwa ‘kaum muda pasti membuat ulah’. Karena, seperti yang kita tahu, saat ini banyak juga prestasi atau gebrakan-gebrakan kreatif yang dibuat oleh generasi muda. Hal apa sih yang menyebabkan beberapa remaja terlibat dalam pelanggaran lalu lintas? Apakah itu murni tanggung jawab para remaja, atau sebenarnya ada peran dari pihak lain yang bisa dilakukan?
Secara global, data dari WHO (2018) menunjukkan bahwa cedera akibat kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kematian utama bagi mereka yang berusia 5-29 tahun, dimana remaja masuk dalam kategori ini. Pengendara sepeda motor disebut sebagai kelompok rentan, karena separuh lebih kematian akibat kecelakaan lalu lintas melibatkan mereka yang menggunakan motor.
Sama halnya seperti di Indonesia, Korps Lalu Lintas Polri mencatat bahwa sepanjang Oktober – Desember 2018, 58% kasus kecelakaan melibatkan anak muda berusia 15-34 tahun. Sepeda motor sebagai jenis kendaraan yang paling umum digunakan masyarakat, memiliki risiko tinggi, karena 70% kecelakaan di jalan melibatkan sepeda motor.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada Agustus 2019, Tulodo Indonesia bersama Yayasan Sayangi Tunas Cilik mengadakan penelitian mengenai Hambatan Penegakan Hukum dalam Keselamatan Berlalu Lintas dan Penggunaan Helm. Sejumlah 16 siswa SMA yang terdiri dari 8 laki-laki dan 8 perempuan, turut menjadi responden dalam studi ini. Dari mereka, kami ingin mengetahui bagaimana keselamatan berlalu lintas dilihat dari kacamata remaja. Berikut beberapa hal menarik yang didapat dari pengakuan mereka.
Jenis Pelanggaran Lalu Lintas yang Sering Dilakukan
Saat diminta untuk menyebutkan peraturan lalu lintas yang sering dilanggar, sebagian besar menjawab bahwa mereka tidak memiliki SIM dan tidak selalu menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor. Beberapa siswa lain menyebutkan bentuk pelanggaran lain, seperti menerobos lampu lalu lintas, mengebut, memodifikasi sepeda motor tidak sesuai ketentuan (menggunakan knalpot yang bersuara bising, melepas kaca spion), dan lain sebagainya.
Menariknya, pelanggaran tersebut sering dilakukan bukan karena mereka tidak paham mengenai adanya aturan ataupun resiko-resiko yang akan dihadapi. Namun dipicu oleh faktor-faktor lain, seperti pengaruh lingkungan, pergaulan, dan aparat penegak hukum yang tidak bertindak tegas dalam menegakkan aturan.
Tidak mengenakan helm merupakan salah satu pelanggaran yang sering dilakukan. Sumber : unsplash.com
Alasan Tidak Menggunakan Helm
Selain bentuk pelanggaran lalu-lintas yang sudah dijelaskan di atas, ada hal menarik lainnya yang kami temukan terkait penggunaan helm. Berikut beberapa alasan yang dikemukakan para remaja mengenai alasan mereka tidak menggunakan helm:
- Kenyamanan Penggunaan Helm
Hal-hal yang terkait kenyamanan saat menggunakan helm. Ada siswa yang bercerita bahwa sering merasa pusing karena helm yang digunakan dirasa terlalu berat. Beberapa lainnya malas menggunakan helm karena membuat ‘budeg’ (tidak mendengar), sehingga tidak nyaman saat mengobrol dengan teman saat di jalan. Kondisi helm yang lembab dan bau juga menjadi alasan mereka enggan menggunakan helm.
- Jarak yang Dekat
Banyak siswa yang bercerita bahwa mereka jarang menggunakan helm, jika menempuh jarak yang dekat. Menurut pengakuan seorang siswa, jarak dekat dirasa ‘aman’, karena kemungkinan terjadi kecelakaan menjadi kecil. Selain itu, menggunakan helm untuk jarak dekat dirasa ‘ribet’. Mereka harus memasang dan melepaskan helm dalam waktu yang singkat.
- Penampilan
Penampilan menjadi salah satu alasan utama, kenapa remaja enggan menggunakan helm. Helm dianggap merusak tatanan rambut mereka, ataupun bentuk jilbab yang mereka kenakan. Ada pula yang berpendapat bahwa merasa tidak keren, karena helm menutupi wajah mereka.
Sosialisasi sebagai solusi?
Pemerintah Indonesia sendiri sudah menetapkan Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011-2035 sebagai acuan dan upaya meningkatkan koordinasi antar pemangku kebijakan untuk meningkatkan keselamatan berlalu lintas di Indonesia.
Beberapa lembaga baik dari pemerintah maupun swasta telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Salah satu cara yang paling sering dilakukan adalah sosialisasi. Bentuk sosialisasi yang umum dilakukan adalah melakukan kunjungan sekolah, dimana para siswa diberikan materi/pengetahuan mengenai keselamatan dalam berlalu-lintas.
Upaya seperti ini jamak dilakukan, karena anggapan bahwa tingginya jumlah pelanggaran dan kasus kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang belum paham tentang tata tertib lalu-lintas. Sering juga disebut dengan istilah ‘kurangnya kesadaran masyarakat’. Sosialisasi yang bertujuan memberikan pemahaman, dianggap sebagai faktor yang mampu mengubah perilaku masyarakat.
Pertanyaan selanjutnya, “Apakah intervensi dalam bentuk sosialisasi benar efektif dan berdampak?”. Nyatanya, para siswa yang menjadi responden kami menilai bahwa sosialisasi mengenai keselamatan berlalu lintas yang diadakan di sekolah mereka, tidak menarik dan kurang bermanfaat.
Kaum muda ini berpendapat, bahwa materi yang disampaikan dalam sosialisasi adalah pengetahuan yang sudah mereka ketahui sebelumnya, seperti : aturan-aturan dalam berlalu lintas, akibat jika ngebut di atas kecepatan yang sudah diberlakukan, perlengkapan yang perlu dikenakan saat berkendara di jalan, dan lain sebagainya. Beberapa siswa juga menambahkan bahwa cara penyampaian materi membosankan, karena tidak interaktif dan dan dilakukan di waktu yang kurang tepat.
Lalu langkah apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan dalam berlalu lintas? Contoh menarik datang dari Vietnam, salah satu cara yang ditempuh untuk mendorong orang menggunakan helm dengan kampanye Wear a helmet. There are no excuses. Kampanye ini menggunakan iklan yang unik karena mendobrak gaya bahasa iklan propaganda yang biasanya dipakai oleh pemerintah. Tulisan dan visual dibuat untuk menantang sikap dan kebiasaan masyarakat yang sering enggan mengenakan helm. Dengan dukungan pemerintah, kampanye ini disebarluaskan ke 63 provinsi dan berhasil menarik perhatian publik. Perdana Menteri Vietnam saat itupun mempercepat aturan mengenai penggunaan helm.
Salah satu iklan yang digunakan dalam kampanye Wear a helmet. There are no excuse. Sumber : aip-foundation.org
Inspirasi lain mengenai program keselamatan berlalu lintas datang dari Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan melakukan serangkaian kegiatan dengan target yang spesifik, yaitu mengurangi kasus kecelakaan lalu lintas pada anak-anak. Mereka membuat strategi nasional berupa investasi pada program school zone, meningkatkan pelayanan bis sekolah, menaikan jumlah denda bagi pelanggaran lalu lintas yang terjadi di area sekolah, mendukung peran lembaga masyarakat dalam advokasi keselamatan berlalu lintas, serta secara terus menerus memperbaharui dan meningkatkan undang-undang lalu lintas. Upaya – upaya tersebut dilaporkan berhasil, dengan adanya penurunan sebanyak 95% pada jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada anak-anak di bawah 14 tahun antara tahun 1998 – 2012.
Apakah pembaca memiliki contoh kegiatan/kampanye lain yang menarik dan berdampak? Silahkan share pendapat di kolom komentar. Salam hangat!
Editor: Ratnakanya Hadyani, Nicholas Goodwin
Published by