MINGGU 4 – Survei Cepat tentang Perilaku, Dampak Sosial, dan Ekonomi COVID-19 pada Masyarakat di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Indonesia

FOR ENGLISH VERSION, PLEASE VISIT THIS LINK

Hasil Temuan Mingguan

Minggu 4, 11-15 Mei 2020

Temuan Penting

  • Kasus (per 15 Mei 2020): Di Bone, sebanyak 21.249 orang sudah dites, dan 14 pasien dalam perawatan (PDP), 310 di bawah pengawasan (ODP); dan 9.796 orang masuk kategori berisiko (ODR). Terdapat peningkatan jumlah kasus positif dari 5 menjadi 6 kasus pada minggu ini. Sumber: Gugus Tugas.
  • Total responden adalah sebanyak 94 orang, data dikumpulkan dari 11-15 Mei 2020.
  • Perilaku kesehatan. Telah terjadi peningkatan penggunaan masker wajah kain (non medis) dari 81,8% menjadi 90,4%. Sementara terdapat penurunan penggunaan masker medis dari 14,5% menjadi 4,3%, dan tidak menggunakan masker sebanyak 5,3%. Untuk praktik mencuci tangan dengan sabun, terjadi sedikit penurunan dari 98,2% menjadi 95,7%.
  • Pembatasan jarak. Mereka yang keluar setiap hari meningkat dari 23,6% menjadi 34,0%. Mereka yang keluar setidaknya 1-2 kali seminggu menurun dari 90,9% menjadi 89,4%, dan tidak keluar sama sekali meningkat dari 9,1% menjadi 10,6%. 63,8% menjaga jarak 1 meter dari orang lain, sementara 25,5% meminta orang lain untuk menjauh setidaknya 1 meter.
  • Dampak ekonomi. Terjadi penurunan dari 63,6% menjadi 55,3% yang melaporkan pendapatannya menurun. Terdapat penurunan dari mereka yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari (dari 63,6% menjadi 48,9%), dan penurunan mereka yang kehilangan pekerjaan dari 27,3% menjadi 22,0%.
  • Bantuan sosial diterima. 56,4% tidak menerima bantuan, mereka yang menerima bantuan dari pemerintah meningkat dari 25,5% menjadi 31,9%; 14,9% dari organisasi masyarakat dan 1,1% dari LSM.
  • Kegiatan sosial yang dilakukan. Penggalangan dana menurun dari 12,7% menjadi 5,3%; 3,2% mendistribusikan bantuan; 2,1% menyumbangkan ke organisasi masyarakat; dan 6,4% menjadi sukarelawan.
  • Dampak sosial dan pribadi: Terdapat peningkatan persentase responden yang merasa takut terinfeksi oleh orang lain dari 67,3% menjadi 73,4%. Terdapat peningkatan dari mereka yang merasa stres atau marah dari 40,0% menjadi 43,6%.
  • Saluran komunikasi. Paparan informasi tentang COVID-19 dari televisi tinggi (91,5%) dan dari media sosial (43,6%). TV masih dianggap sebagai saluran yang paling dapat diandalkan (79,8%). Sumber informasi COVID-19 yang paling dapat diandalkan adalah berasal pemerintah pusat (69,1%).
  • Informasi masih diperlukan. 48,9% memerlukan informasi tentang jumlah kasus COVID-19, 43,6% perlu informasi tentang penularan virus, 36,2% memerlukan informasi seputar layanan kesehatan yang tersedia untuk menangani COVID-19.

1. Latar Belakang

COVID-19 adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus yang pertama kali diidentifikasi di Wuhan, Cina dan dilaporkan ke WHO pada Desember 2019. Pada Januari 2020, WHO menyatakan  COVID-19 sebagai pandemik. Kebanyakan orang hanya mengalami gejala penyakit pernapasan ringan. Namun beberapa orang dapat mengalami gejala parah, termasuk pneumonia, yang mengakibatkan kerusakan paru-paru dan kematian. COVID-19 lebih berbahaya untuk mereka yang lanjut usia dan memiliki riwayat penyakit kronis seperti diabetes, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Kasus pertama dilaporkan di Indonesia pada 2 Maret 2020 dan pada 13 April 2020 pemerintah menyatakan sebagai bencana nasional. Pada 10 April, pemerintah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) dimulai di DKI Jakarta, dengan menutup sekolah, tempat kerja, membatasi pergerakan dan menutup tempat-tempat umum. COVID-19 berdampak pada kehidupan masyarakat dan keadaan ekonomi di Indonesia maupun di dunia.

Bone terdiri dari 27 kecamatan, 335 desa, dengan Watampone sebagai ibukotanya. Jumlah penduduk di Bone adalah 751.026 orang. Seperti juga banyak daerah di Indonesia, Kabupaten Bone juga telah terlibat secara aktif dalam usaha pencegahan COVID-19. Per tanggal 15 Mei 2020, sebanyak 21.249 orang telah dites, dan terdapat enam (6) kasus positif yang dikonfirmasi. Sebanyak 14 pasien dalam perawatan (Pasien Dalam Pengawasan/PDP); 9.796 di bawah pengawasan (Orang Dalam Pantauan/ODP); dan 310 orang berisiko (Orang Dalam Risiko/ODR). Upaya promosi kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah meliputi pembersihan dengan desinfektan, distribusi masker, dan pembersih tangan (hand sanitizer). Pada tahun 2019, sebagai bagian dari program BERANI, UNICEF menugaskan Tulodo untuk mengelola proyek pencegahan pernikahan anak dan kesehatan menstruasi di Kabupaten Bone. Untuk kegiatan penelitian ini kami juga berkoordinasi dengan jejaring Tulodo yang ada di Kabupaten Bone.

2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan seputar: apa itu dampak dari COVID-19 di Indonesia dari waktu ke waktu? Penelitian ini menggali bagaimana masyarakat di Bone menanggapi situasi COVID-19, termasuk di dalamnya adalah perubahan perilaku kesehatan (contohnya pemakaian masker wajah, praktik mencuci tangan dengan sabun, dan perilaku menjaga jarak) dan bagaimana pandemi ini dapat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi mereka. Kami juga menggali lebih dalam tentang penggunaan saluran komunikasi serta informasi terkait COVID-19 oleh masyarakat. Penelitian ini juga memberikan rekomendasi untuk mitra dan pemangku kepentingan lainnya.

3. Metodologi

Penelitian ini menggunakan metode potong lintang (cross-sectional) dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, yang dilakukan setiap minggu dari 23 April hingga 15 Mei 2020. Hal ini memungkinkan kami untuk menelusuri data dari minggu ke minggu selama masa penelitian. Survei kuantitatif dilakukan melalui telepon dan online. Kami menggunakan metode bola salju untuk merekrut peserta melalui telepon, sementara untuk daring kami mendistribusikannya melalui mitra kami. Target total sampel adalah sebanyak 450 responden Untuk studi kualitatif, kami akan melakukan sebanyak 15 wawancara melalui telepon.

4. Hasil

Berikut ini adalah hasil dari minggu kedua pengumpulan data (11-15 Mei 2020). Sebanyak 94 responden (90 responden melalui telepon dan 4 responden melalui online) ikut serta dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang terdapat laporan ini bersifat sementara dan akan kami perbarui lagi di minggu berikutnya.

4.1 Karakteristik sampel
  • Lokasi. 36,2% (n=34) responden berasal dari Kecamatan Libureng, 20,2% (n=19) berasal dari kecamatan Tellu Siattinge and 18,1% (n=17) berasal dari Ulaweng.
  • Jenis kelamin. 75,5% perempuan (n=71), 24,5% laki-laki (n=23).
  • Usia. 42,6% berusia 31-40 tahun; 34,0% berusia 41-50 tahun; 8,5% berusia 51-60 tahun; 8,5%  masing-masing berusia 21-30 tahun.
  • Pencari nafkah utama. Bapak (87,2%), ibu (7,4%) dan orang dewasa perempuan lainnya (3,2%) dan 2,1% adalah laki-laki dewasa lainnya.
  • Pendidikan. 28,7% (n=27) menyelesaikan Sekolah Menengah Atas, 24,5% (n=23) menyelesaikan Sekolah Dasar, 26,6% (n=25) Sekolah Menengah Pertama dan 9,6% (n=9) Universitas.
  • Penghasilan/Pendapatan. 35,1% (n=33) memiliki pekerjaan tetap dan mendapatkan keuntungan dari penjualan hasil panen. 93,6% (n=88) mendapatkan penghasilan di bawah upah minimum daerah (UMP), Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sulawesi Selatan adalah Rp2.860.382 (USD 200) per month.
  • Bantuan pemerintah. 17,0% (n=16) mendapatkan bantuan barang dari instansi pemerintah, 6,4% (n=6) menerima bantuan uang, 12,8% (n=12) menerima bantuan jasa, dan 63,8% (n=60) tidak menerima bantuan sama sekali. Dari mereka yang menerima bantuan, 20,6% (n=7) mendapatkan Beras Sejahtera (Rastra) atau tunjangan beras; 64,7% (n=22) menerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) berupa uang tunai; 35,3% (n=12) menerima bantuan dari Kartu Indonesia Sehat (KIS); 17,6% (n=6) terdaftar dalam dalam program Kartu Indonesia Pintar (KIP) program.
  • Lansia. 25,5% mengatakan bahwa ada satu orang lansia tinggal bersama di dalam rumah tangganya; 11,7% mengatakan ada dua orang lansia, and 62,8% mengatakan bahwa tidak ada lansia di dalam rumahnya.
4.2 Perilaku
  • Perilaku mencuci tangan. 95,7% (n=90) mencuci tangannya setelah melakukan aktivitas di luar rumah, 70,2% (n=66) mencuci tangan sebelum/sesudah makan dan minum, 63,8% (n=60) mencuci tangan setelah menyentuh/memegang barang di luar rumah, 39,4% (n=37) sebelum/setelah menyiapkan makanan, 3,2% (n=3) setelah batuk dan bersin, 2,.5% (n=24) setelah menggunakan toilet dan 6,4% (n=6) setelah berjabatan tangan.
  • Alat untuk mencuci tangan. Perilaku mencuci tangan menggunakan sabun dan air terdapat peningkatan dari 98,2% ke 97,9% (n=92), 23,4% (n=22) menggunakan hand sanitizer (terdapat penurunan sebanyak 13,0%) dan 16,0% (n=15) membersihkan tangan dengan mengusapkan tangan ke kain/tisyu dan 1,1% menggunakan air mengalir.
  • Masker wajah. Terdapat peningkatan sedikit dalam jumlah dalam perilaku menggunakan masker wajah (non-medis) dari  81,8% ke 90,4% (n=85). Penggunaan masker wajah kain medis menurun dari 14,5% ke 4,3% (n=4), sementara yang tidak menggunakan masker sama sekali 5,3% (n=5).
  • Social distancing/jaga jarak. Terdapat kenaikan sedikit dalam social distancing/jaga jarak 1 meter dari orang lain dari 60,0% ke  63,8% (n=60). Selain itu, sebanyak 25,5% (n=24) meminta orang lain untuk menjaga jarak minimal 1 meter pada saat bertemu; 12,8% (n=12) menyarankan orang untuk menggunakan masker, dan 24,5% (n=23) tidak melakukan perubahan yang berarti/biasa saja saat bertemu orang lain, kemudian sebanyak 4,3% (n=4) memberikan masker wajah kepada orang lain.
Screen Shot 2020-05-18 at 14.51.17Gambar 1.  Perilaku terkait jaga jarak/social distancing

Semenjak adanya COVID-19 di desa Lamuru (anak yang belajar di pesantren, banyak warga yang tidak mau melewati daerah kami kembali. Saya menjual ikan di pasar dan pemasukan saya berkurang banyak. Banyak warga yang tidak mau membeli ikan saya, ketika tahu ikan tersebut berasal dari Lamuru – Responden laki-laki, 49 tahun, Tellu Siattinge.

4.3 Dampak dari COVID-19
  • Pekerjaan. Terdapat peningkatan untuk responden yang bekerja seperti biasa, dari 41,8% ke 62,8% (n=59). 19,1% (n=18) mengatakan tidak bekerja untuk sementara waktu, 11,7% (n=11) masih bekerja seperti biasanya walaupun terdapat pembatasan (contoh: waktu kerja yang dikurangi dan jadwal baru untuk alokasi kerja). Dan terdapat penurunan untuk responden yang bekerja dari rumah dari 14,5% ke 6,4% (n=6).
  • Pendapatan. Lebih sedikit responden yang melaporkan bahwa pendapatannya berkurang, terdapat penurunan dari 63,6% ke 55,3% (n=52) dan 26,6% (n=25) melaporkan bahwa pendapatan mereka masih sama seperti sebelumnya dan 17,0% (n=16) melaporkan tidak mendapatkan pemasukan sama sekali (meningkat sedikit sebanyak 2,5%).
  • Merasa terisolasi. Terdapat penurunan terhadap responden yang tidak merasa terisolasi, dari 83,6% ke 81,9% (n=77). 11,7% (n=11) melaporkan bahwa terkadang mereka merasa terisolasi.
  • Dampak lainnya. Terdapat penurunan kepada responden yang melaporkan sulit untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari (dari 63,6% ke 48,9% (n=46) dan terdapat penurunan untuk responden yang melaporkan bahwa mereka kehilangan pekerjaan, menjadi 22,3% (n=21), menurun sebanyak 5,0%. 73,4% (n=69) melaporkan ketakutan terinfeksi virus corona dari orang lain (meningkat sebanyak 6,1%), 66,0% (n=62) mengatakan bahwa pendapatannya berkurang. 43,6% (n=41) merasa stres dan marah, 12,8% (n=12) melaporkan bahwa mereka saat ini jarang bertemu dengan keluarga dan 7,4% (n=7) takut dijauhi dan terisolasi (karena terinfeksi).
Screen Shot 2020-05-18 at 14.53.00Gambar 2. Dampak dari Situasi COVID-19

Kami selalu memiliki jadwal di desa kami untuk menjaga pos pengecekan. Kami selalu mengukur suhu dari warga yang datang dari luar desa dan meminta mereka untuk selalu mencuci tangannya begitu masuk desa. Dengan begitu, kami lebih merasa aman – Responden perempuan, 40 tahun, Ulaweng.

4.4 Komunikasi
  • Paparan informasi terkait COVID-19. Terdapat penurunan jumlah responden yang menerima informasi dari sosial media dari 87,3% ke 43,6% (n=41). Dan paparan informasi dari televisi mengalami kenaikan dari 81,8% ke 91,5% (n=86%). Kemudian 29,8% (n=28) mendapatkan informasi dari masjid, 8,5% (n=8) mendapatkan dari spanduk dan poster, 11,7% (n=11) mendapatkan dari artikel online, 26,6% (n=25) mendapatkan informasi dari mobil keliling, 14,9% (n=14) dari SMS, 1,1% mendapatkan dari pamflet/brosur, 2,1% (n=2) dari surat kabar koran dan 2,1% (n=2) dari radio. Mereka yang mengatakan mendapatkan informasi dari sosial media, 87,8% (n=36) melaporkan mendapatkan dari Facebook, 53,7% (n=22) mendapatkan informasi dari Whatsapp, 9,8% (n=4) mendapatkan dari instagram. 2,4% (n=1) mendapatkan dari Youtube.
  • Sumber Informasi. 84,0% (n=79) mengatakan bahwa informasi yang mereka dapat berasal dari pemerintah pusat/nasional, 62,8% (n=59) dari pemerintah desa, 26,6% (n=25) dari pemerintah daerah, 30,9% (n=29) dari teman, 33,0% (n=31) dari keluarga, 16,0% (n=15) dari tetangga and 3,2% (n=3) dari pemuka agama.
  • Saluran dan sumber informasi terpercaya. 79,8% (n=75) mengatakan bahwa televisi merupakan informasi yang terpercaya (terdapat peningkatan sebanyak 12,5%), sementara 9,6% (n=9) mengatakan sosial media. Sumber informasi yang paling terpercaya berasal dari pemerintah pusat/nasional (69,1%, n=65) dan pemerintah desa (21,3%, n=20).
  • Informasi yang masih diperlukan. 43,6% (n=41) mengatakan mereka membutuhkan informasi tentang bagaimana penularan COVID-19 dapat terjadi dan 48,9% (n=46) data jumlah pasien dari virus corana; 36,2% (n=34) menginginkan informasi seputar pelayanan kesehatan yang tersedia; 27,7% (n=26) ingin mengetahui tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB); 18,1% (n=17) informasi tentang lockdown atau daerah yang sudah dikunci.18,1% (n=17) memerlukan informasi tentang pengecekan berita hoaks, 21,3% (n=20) ingin mengetahui tentang tipe-tipe masker; 11,7% (n=11) membutuhkan informasi tentang cara mencuci tangan yang benar; dan 10,6% (n=10) membutuhkan informasi tentang bagaimana membuat masker wajah, kemudian 4,3% (n=4) tentang kesehatan mental.

Situasi COVID-19 ini sangat sulit untuk anak saya yang masih di sekolah, mereka membutuhkan ponsel pintar dan data internet dan saya memiliki dua orang anak. Akan lebih baik apabila pemerintah dapat memberikan Internet gratis, karena untuk membeli paket data internet saya harus mengeluarkan uang – Responden perempuan, 35 tahun, Cina.

4.5 Dukungan sosial yang diterima dan diberikan
  • Bantuan sosial yang diterima. 56,4% (n=53) tidak pernah menerima bantuan, 31,9% (n=30) menerima bantuan pemerintah, 14,9% (n=14) menerima bantuan dari komunitas setempat (Contoh: RT, RW, PKK) dan 1,1% (n=5) menerima bantuan dari LSM. Dari masyarakat yang menerima bantuan, sebanyak 61,0% (n=25) menerima masker, 14,6% (n=6) menerima bantuan sembako berupa makanan, dan 22,0% (n=9)  menerima bantuan lain (Internet, listrik, gas dan air gratis),  19,5% (n=8) menerima hand sanitizers, 7,3% (n=3) menerima uang tunai dan 2,4% (n=1) menerima sarung tangan.
  • Dukungan sosial yang diberikan. 80,9% (n=76) tidak berkontribusi dalam memberikan bantuan, 5,3% (n=5) menggalang dana donasi/sumbangan; 3,2% (n=3) mendistribusikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan; dan 2,1% (n=2) berdonasi ke komunitas/organisasi; 6.4% (n=6)  menjadi relawan. Dari masyarakat yang memberikan bantuan, 36,8% (n=7) mendistribusikan masker, 21,4% (n=4) mendistribusikan hand sanitizer, 15,8% (n=3) mendistribusikan makanan, dan 5,3% (n=1) mendistribusikan uang.

5. Rekomendasi

Minggu ini terdapat peningkatan kasus COVID-19 dari lima menjadi enam kasus yang terkonfirmasi positif di Bone. Untuk mencegah penyebaran virus, berikut beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan:

  • Fokus pada kegiatan perubahan perilaku pembatasan jarak. Sebagian besar orang (89,4%) keluar setidaknya sekali seminggu dengan 34,0% keluar setiap hari. Penekanan harus diberikan pada tinggal di rumah, termasuk insentif ekonomi, seperti subsidi upah dan makanan, serta disinsentif, seperti denda dan peringatan karena masih banyak orang yang keluar.
  • Mengurangi stigma sosial. Orang yang tidak terpapar penyakit tetapi memiliki karakteristik lain dengan mereka yang dikonfirmasi dengan COVID-19 (misalnya tinggal di lokasi yang sama dengan pasien COVID-19) kemungkinan besar akan mengalami stigma sosial. Hal ini akan memiliki dampak ekonomi dan sosial misalnya orang tidak mau lagi membeli ikan di Lamuru. Pemerintah nasional dan daerah perlu mendidik masyarakat tentang COVID-19 dan penularannya untuk mengurangi stigma sosial ini.
  • Meningkatkan kesehatan mental. Lebih banyak orang merasa takut terinfeksi oleh orang lain minggu ini (73,4%), dan lebih banyak yang merasa stres atau marah (43,6%). Mekanisme dan sistem tentang bagaimana meningkatkan kesehatan mental selama situasi COVID-19 ini di tingkat masyarakat dan individu perlu dikembangkan termasuk mekanisme sistem rujukan.
  • Mendukung pengambilan keputusan di tingkat desa: Data dan analisis tentang perilaku terkait COVID-19, serta dampak sosial dan ekonomi harus diintegrasikan ke dalam sistem informasi desa, terutama untuk pengambilan keputusan pada program-program seperti Dana Desa.

Dowload report: Hasil Temuan Awal Covid19-W4-18Mei2020


PUSTAKA

Gugus Tugas Penanganan Covid-19. (2020). Update data Penanganan COVID-19 Kabupaten Bone. dated 15 Mei 2020: https://bone.go.id/2020/05/15/update-data-penanganan-covid-19-kabupaten-bone-jumat-15-mei-2020-pukul-20-25-wita/

Liu, K., Chen, Y., Lin, R., & Han, K. (2020). Clinical features of COVID-19 in elderly patients: A comparison with young and middle-aged patients. The Journal of infection, S0163-4453(20)30116-X. Advance online publication. https://doi.org/10.1016/j.jinf.2020.03.005

Sani, T.P., Mariska, S,., Prasetya, V.G.(2020), How vulnerable are the elderly to COVID-19? https://alzi.or.id/how-vulnerable-are-the-elderly-to-covid-19/


Narahubung:

Muliani Ratnaningsih (E: muli4ni.r@gmail.com)

Heribertus Rinto Wibowo (E: heribertus@tulodo.com)

Nicholas Goodwin (E: nick@tulodo.com)

Tulodo Indonesia

Published by

Heribertus Rinto Wibowo

A public health enthusiast, passionate about the science of health promotion, tobacco control and social determinants of health.

Leave a Reply